Sabtu, 02 April 2011

profesionalisme guru


PROFESIONALISME GURU
Pada umumnya orang memberi arti sempit terhadap pengertian professional. Professional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya, seorang guru dikatakan professional bila guru itu memiliki kwalitas mengajar yang tinggi. Padahal professional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkwalitas tinggi dalam hal teknis. Professional mempunyai makna ahli (ekspert), tanggung jawab (resposibility), baik tanggung jawab intelektual maupun tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.
Makna professional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu :
Ø  Ekspert/ ahli
Ø  Rasa tanggung jawab
Ø  Rasa kesejawatan

a.       Ahli (ekspert)
Yang pertama ialah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli  dalam bidang mendidik. Seorang guru tidak saja menguasai isi pengajaran yang diajarkan, tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan.
Pemahaman konsep dapat dikuasai bila guru juga memahami psikologi belajar. Psikologi belajar membantu guru menguasai cara membimbing subjek belajar dalam memahami konsep tentang apa yang diajarkan. Selian itu guru juga harus mampu menyampaikan pesan-pesan didik.
Mengajar adalah sarana untuk mendidik, untuk menyampaikan pesan-pesan didik. Guru yang ahli memiliki pengetahuan tentang cara mengajar (teaching is a knowladge), juga ketrampilan (teaching is a skill) dan mengerti bahwa mengajar adalah juga suatu seni (teaching is an art).
Dalam kaitan ini orang selalu membicarakan guru yang berhasil (a succesfull teacher), guru yang efektif (an effective tacher) dan guru yang baik (a good teacher).
Ada sisi lain yang dipertanyakan orang, apakah guru yang mengajar itu harus ahli dalam  bidanng studi yang diajarkan atau ahli dalam cara mengajarkan bidang studi atau kedua-duanya?
Ada pandangan yang mengatakan bahwa bila orang itu menguasai bidang studi maka dia akan mampu mengajarkan pengetahuan bidang itu kepada subjek didik. Pandangan lain mengatakkan orang harus ahli dalam cara mengajar suatu bidang studi, walaupun dia bukan ahli dalam bidang studi itu. Pendapat ketiga beranggapan bahwa disamping harus ahlindalam cara mengajarkan, dia harus mampunmenyampaikan pesan-pesan didik melalui bidang studi itu.
Kalau guru harus mampu menyampaikan pesan-pesan didik maka ia harus menguasai prinsip-prinsip ilmu mendidik. Nampaknya banyak guru hanya ahli dalam mengajar tetapi kurang memperhatikan segi-segi mendidik. Pemahaman seperti itu tidak akan bermanfaat bagi guru sebagi pendidik.
Guru yang mampu mengajar saja dan hanya melihaat pada tujuan-tujuan dan materi pelajaran belaka, mereka ini menerapkan apa yang oleh Paulo freire disebut banking concept. Konsep bank menurut Paulo freire ialah cara guru yang memandang bahwa mengajar itu seperi orang yang memasukan uang ke dalam bank. Uang dimasukan di bank dan akan mendapatkan bunga. Guru mengajar, murid belajar, guru menerangkan, murid mendengarkan, guru bertanya murid menjawab. Konsep seperti itu tidak manusiawi (dehumanisasi) menurut Paulo freira, (freire, 1972).
Padahal dalam proses belajar terjadi dialog yang ekstensial antar pendidik dan subjek didik sehingga subjek didik menemukan dirinya.
Konsep lain yang terlalu optimis terhadap kemutlakan pengfaruh eksternal seperti yang dikemukakan oleh skinner dengan apa yang yang disebut tekhnologi tingkah laku, dalam bukunya beyond freedom and dignity bahwa manusia dapat direkayasa (skinner, 1971). Kita harus ingat bahwa manusia bukanlah sebuah manusia, tetapi seorang manusia.
Pengetahuan yang diberikan adalah untuk membentuk pribadi yang utuh (holistik). Kalau guru hanya ahli dan trampil saja dalam mentransfer materi pelajaran, maka pada suatu saaat peranan guru akan dapat diganti dengan media teknologi modern.
Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik. Melalui pengajaran guru membentuk konsep berfikir, sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam dari inti kemanusiaan subjek didik.
Kiat mengajar yang seperi itulah yang diartikan ahli dalam memberi pengetahuan, mengembangkan pengetahuan dan menumbuhkan apresiasi, sehingga inti kemanusiaan subjek didik dapat berkembang. Proses mematangkan diri sendiri adalah proses individuasi, di situlah inti dari seorang guru yang disebut ahli dalam mengajar dan mendidik.
Guru dibentuk bukan hanya  untuk memiliki seperangkat ketrampilan teknis saja, tetapi juga memiliki kiat mendidik serta sikap yang professional. Kalau demikian praktek pengalaman calon guru harus lebih lama sekurang-kurangnya satu tahun agar mereka memperoleh peningkatan dan kelengkapan professional yang mantap sebelum terjun dalam dunia mengajar.

b.      Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab
Guru yang professional disamping ahli dalam bidang mengajar dan mendidik, ia juga memiliki otonomi dan tanggung jawab. Yang dimaksud dengan otonomi adalah suatu sikap yang professional yang disebut mandiri. Ia telah memiliki otonomi atau kemndirian yang dalam mengemukakan apa yang harus dikatakan berdasarkan keahliannya. Pada awalnya dia belum mempunyai kebebasan atau otonomi. Ia masih belajar sebagai magang. Melalui proses dan perkembangan profesi maka pada suatu saat ai akan memiliki sikap mandiri.
Guru yang professional mempersiapkan diri sematang-matangnyasebelum ia mengajar. Ia  menguasai apa yang akan disajikan dan bertanggung jawab atas semua yang diajarkan. Ia bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
Pengertian tanggung jawab menurut teori ilmu mendidik mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggungjawaban dan kesediaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tanggung jawab, yang mengandung makna multidimensional ini, berarti bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap siswa, terhadap orang tua, lingkungan sekitarnya, masyarakat, bangsa dan Negara,sesame manusia dan akhirnya terhadap tuhan yang maha pencipta.
c.       Memiliki rasa kesejawatan
Saalah satu tugas dari organisasi profesi ialah menciptakan rasa kesejawatan sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Etik profesi ini dikembangkan melalui organisasi profesi. Melalui organisasi profesi diciptakan rasa kesejawatan. Semangat korps (l’esprit de corps) dikembangkan agar harkat dan martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh korps guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

 
 Diambil dari sebuah buku yang bercerita tentang keprofesionalismean guru.

salam perdamaian..................

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar